TINJAUAN SAINS FISIKA MENGENAI ALAM GHAIB oleh M. Hafidz Ma'ruf



Baru-baru ini ketika saya mengunjungi sebuah toko buku, di jajaran rak buku terdapat sebuah buku yang mengupas tentang kekal dan tidaknya alam akhirat dalam tinjauan sains, dalam hal ini fisika, yang penulisnya merupakan lulusan pendidikan fisika UIN. Setelah membaca dengan seksama bagian-bagian yang dianggap perlu, ternyata dasar penjelasannya hanya berlandaskan teori relativitas khususnya Einstein, yakni mengenai pemuluran waktu yang dirasakan bagi pengamat yang bergerak relatif terhadap suatu kejadian. Dan ternyata teori ini juga belum cukup mampu membuktikan kekekalan atau ketidakkekalan akhirat itu, seperti yang ditulis di bukunya. Semua penjelasan yang dipakai kebanyakan bersifat asumsi sehingga kesimpulan yang dihasilkan dirasakan masih mengandung banyak pertanyaan ketimbang suatu penjelasan, atau bersifat heuristik. Oleh karena itu saya akan kemukakan bagaimana sebaiknya sains fisika menyikapi hal ihwal keberadaan alam ghaib ini.
Dalam dunia real kita, keberadaan sesuatu (benda, manusia maupun makhluk hidup lainnya) dapat diketahui jika memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya:
a. Sesuatu itu dapat memantulkan atau memancarkan cahaya (gelombang elektromagnetik) ke alat penerima (seperti mata). Peristiwa tersebut nantinya akan tergambar dan tampak nyata bagi si penerima. Dengan kata lain ia dapat dirasakan oleh panca indera.
b. Keberadannya dapat diketahui dengan adanya akibat tak langsung dari keberadaannya yang akibatnya itu dapat dirasakan oleh pengamat yang berada di lingkungan tersebut. Misalnya, jika ia berada dalam tanah, kita dapat mendeteksi keberadaannya dengan mengirimkan sinyal gelombang dan akhirnya gelombang itu akan terpantul dari benda itu ke alat pendeteksi dan alat pendeteksi menerjemahkan informasi mengenai benda itu.
Hal itu semua mengindikasikan bahwa ‘sesuatu’ itu berinteraksi dengan kita baik secara langsung maupun tak langsung. Sehingga apabila kia ingin mengetahui alam lain selain alam yang kita huni, kita harus mencari informasi tentang keberadaannya melalui interaksinya dengan alam kita. Karena dengan mengandalkan informasi dari cahaya tampak untuk mengamati keberadaan alam lain tidaklah memungkinkan. Hal ini disebabkan boleh jadi ‘mereka’ berada (dapat terlihat dalam wujudnya) dalam daerah spektrum gelombang elektromagnetik lain. Contohnya bila kita ingin melihat atom, panjang gelombang yang harus digunakan harus berukuran kurang dari panjang gelombang atom tersebut, sebagaimana yang diketahui bahwa setiap partikel materi dapat dicirikan melalui sifat gelombangnya (prinsip dualisme gelombang-partikel).
Bagaimana bisa terjadi interaksi antara suatu benda dengan benda lainnya ?
Interaksi suatu benda dengan benda lain bisa terjadi karena adanya gaya-gaya yang bekerja, dan gaya-gaya ini memenuhi hukum-hukum alam dasar. Jadi permasalahannya adalah apakah hukum fisika di alam ghaib sama dengan di alam real kita ? Menurut sains, hukum-hukum fisika di alam ghaib tidak perlu sama dengan hukum alam kita. Karena jika tidak demikian, tidak ada perbedaan antara alam ghaib dan alam real sehingga definisi alam ghaib sudah tidak ada lagi.
Hukum-hukum Allah untuk semua alam (jin, manusia, malaikat) adalah sama pada dasarnya. Mengambl istilah yang dikenal sekarang adalah Theory of Everything (TOE) yaitu teori yang mendasari semua gejala dan tingkah laku gerak semua benda yang ada di semua alam. Karena ‘segala sesuatu’ itu lebih luas dari alam semesta yang kita ketahui maka perincian hukum-hukumnya itu menurut keadaan makhluk yang tinggal di alam tersebut. Hukum-hukum tersebut memungkinkan penghuninya merasakan keadaan yang nyaman dan tidak asing. Karena segala sesuatu itu sudah ditetapkan ukurannya masing-masing oleh Allah. Manusia dengan segala kemampuan dan waktunya tidak akan mampu menandingi Allah. Hal ini sesuai dengan sifatNya yaitu perbuatan Allah itu esa/unik.
Dan juga bahwa hukum-hukum Allah itu saling kait mengait antara alam yang satu dengan alam yang lain. Lalu bagaimana cara kita berinteraksi dengan alam ghaib bila ditinjau melalui sains? Apakah sains mampu mengungkap keberadaannya menjadi data-data ilmiah yang akurat? Saat ini memang teknologi manusia belum memungkinkan untuk mencapai batas-batas antara alam ghaib dengan alam real kita.
Ketidaksamaan hukum-hukum alam di dua alam yang berbeda ini memberikan suatu kesimpulan penting, bahwa interaksi yang terjadi antara dua alam itu tidak dapat terjadi dalam kondisi yang biasa (ordinary). Sebagaimana halnya interaksi dua massa di dalam sistem medan gravitasi yang besar seperti bumi. Tidak ada gunanya kita mendekatkan mereka agar saling tarik-menarik. Dikarenakan mereka berada dalam sistem yang gravitasinya mampu mengalahkan pengaruh gravitasi dari dua massa tersebut.
Dan menurut fisika, alam-alam lainnya itu ada tapi tergulung dalam skala yang amat kecil dengan orde sekitar 10-34m, lebih kecil dari jari-jari atom. Dan alam tersebut masih terhubung dengan alam kita, tapi kita tidak berdaya untuk meninjau kesana karena ukurannya yang amat kecil. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Stephen Hawking dalam bukunya The Theory of Everything: ”Mengapa kita hanya melihat tiga dimensi dari ruang dan sebuah dimensi dari waktu? Saran yang ada hanyalah bahwa dimensi-dimensi yang lain dilengkungkan kedalam sebuah ruang dengan ukuran yang sangat kecil. Sesuatu berukuran 10-30 inci ini terlalu kecil sehingga kita tidak memperhatikannya. Sebab dari semua ini salah satunya adalah prinsip antropik (yaitu, alam semesta nampak demikian karena memang sudah seharusnya). Dua dimensi ruang terlihat tidak cukup untuk memperbolehkan membangun perwujudan makhluk yang rumit seperti kita.”
Dari pernyataan Hawking diatas dapat diambil kesimpulan bahwa di setiap alam terdapat makhluk hidup tertentu yang mencirikan kondisi alamnya. Alam bisa diartikan sebagai suatu ekspresi dari kumpulan karakter sesuatu dan mempunyai keistimewaan. Sifat-sifat ini adalah: panas-dingin, basah-kering, lembut-kasar dan watak-watak yang terdiri atas gerak-diam, tumbuh dan berkembang. Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan dalam bukunya Ar Ruh: ”Allah menetapkan hukum-hukum bagi setiap tempat tinggal yang khusus baginya. Allah menyusun manusia yang terdiri dari badan dan jiwa. Allah menjadikan hukum-hukum dunia berlaku untuk badan dan ruh yang menyertainya.”
Kita kembali ke alinea kedua dari pembahasan kita mengenai keadaan yang memungkinkan untuk melihat (mengetahui keberadaan) sesuatu. Lebih lanjut alam ghaib semisal alam jin tidak bisa di deteksi dengan panca indera manusia; baik itu dilihat, di dengar maupun di raba kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu. Untuk hal ini Dr. Rauf Ubaid menyatakan dalam bukunya Al Insan Ruh la Jasad, halaman 214: ”Tidakkah kita bisa melihat baling-baling pesawat terbang dan bagaimana secara bertahap ia hilang dari penglihatan kita dengan semata-mata peningkatan kecepatan putarannya dan ketidakmampuan pandangan kita untuk mengikutinya, padahal ia tetap berputar. Dalam nisbatnya dengan alam jin kita berhadapan dengan kecepatan yang sangat tinggi yang sulit dibayangkan (bahkan dapat melampaui kecepatan cahaya) yang memancarkan gelombang elektromagnetik yang bersumber dari atom-atom alamnya, yang kelima indera manusia tidak mampu menangkapnya.” Hal ini mengindikasikan bahwa hukum fisika disana tidak sama dengan di alam manusia karena kecepatan gerak elektron penyusun atomnya melebihi kecepatan cahaya (hukum fisika di alam kita membatasi batas kecepatan tertinggi adalah kecepatan cahaya).
Wallahu a’lam bishshawab.
M. Hafidz Ma’ruf
Category: 4 komentar

4 komentar:

marvine mengatakan...

Wallahu a’lam bishshawab..
Ijin share ya.
Thanks. :)

Arya Praza M mengatakan...

yaaa silahkan..... :) thanks dah datang ke blogq....

Unknown mengatakan...

ass. ijin share juga. salam kenal sebelumnya...

Arya Praza M mengatakan...

iaa monggo